Metro  

TI dan PUSaKO Gelar Diskusi Publik Soal KPK

Foto bersama seluruh peserta diskusi publik bertemakan "KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi", bertempat di Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Andalas, Selasa (9/7/2024). (Foto: Wahyu Bahar/tribunpadang.com)

Padang, kabarins.com – Transparency Internasional (TI) Indonesia dengan Pusat Studi Kontitusi (PUSaKO) Unand gelar diskusi publik.

Diskusi publik ini digelar di Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) pada Selasa (9/7/2024).

banner 728x90

Tema yang diambil dalam diskusi publik ini adalah “KPK dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi”.

Hal ini juga bertepatan dengan momentum seleksi calon pimpinan (Capim) dan dewan pengawas (Dewas) lembaga anti rasuah itu.

Transparency Internasional, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Auriga Nusantara, dan PUSaKO Unand, dipercata sebagai pemantik dalam diskusi tersebut.

Sementara itu, peserta diskusi yang hadir ialah sejumlah akademisi Unand hingga perwakilan lembaga dari Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar.

Charles Simabura, Direktur PUSaKO mengatakan, KPK saat ini diduga terpengaruh dengan konfigurasi politik yang terjadi.

Hal ini menurutnya penting untuk diperjuangkan lebih lanjut agar KPK tidak jadi boncengan politik.

Menurutnya, dengan pelbagai masalah di KPK periode terakhir, seperti kasus Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar.

Namun di sisi lain juga berhasil menangkap sejumlah menteri yang sudah jadi terpidana.

Tak hanya masalah politik, menurutnya pejabat negara yang ditangkap juga dirasa memang bermasalah.

“Jangan sampai kemudian praktik pemberangkatan korupsi mengarah kepada kelompok politik tertentu,” ujar Charles.

Berkenaan dengan seleksi calon pimpinan KPK, ia rasa sejumlah nama dalam tim seleksi punya reputasi baik.

Ia berharap calon pimpinan yang terpilih nanti ialah orang-orang yang benar berintegritas.

“Dengan minimnya pendaftar saat ini, mudah-mudahan orang-orang yang berkualitas akan lebih dapat peluang,” katanya.

Sahel Muzzammil, dari Transparency Internasional menjabarkan terkait pelemahan KPK yang menjadi nyata.

Di awal pemaparannya, Sahel menjelaskan bahwa seleksi calon pimpinan dan dewan pengawas KPK periode mendatang juga beririsan dengan pergantian pemerintahan.

“Fit and proper test apakah DPR yang lama atau yang baru?,” ujarnya.

Ia menjabarkan, pada 2023 lalu, skor indeks pemberantasan korupsi Indonesia masih di angka 34.

Indonesia bahkan di bawah Timur Leste, dan jauh di bawah Malaysia dan Singapura.

Dengan skor itu, Indonesia turun lima peringkat ke posisi 115 dunia.

Kata dia, indeks persepsi pemberantasan korupsi Indonesia dengan skor 34 itu stagnan sejak Presiden Jokowi menjabat pada 2014.

Lanjutnya, Indonesia sempat mendapat skor 40 pada masa kepemimpinan Laode yaitu pada tahun 2019.

Sahel bilang, saat ini carut marut KPK juga terjadi di level pimpinan hingga ke pegawai.

Di level pimpinan, Firli Bahuri terlibat kasus pemerasan terhadap eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.

Begitu juga Lili Pintauli Siregar, dalam pelanggaran etik yang diduga menerima tiket dan akomodasi dalam gelaran MotoGP Mandalika.

Kata dia, di level pegawai, juga ada kasus pungli rutan oleh 66 pegawai.

Menurutnya, kemunduran integritas KPK merupakan dampak revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019 lalu, dan seleksi pimpinan KPK yang tak kredibel.

“Jadi KPK hari ini terjadi kemunduran moral, etika bahkan pelanggaran hukum,” katanya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, penurunan independensi KPK sebagai lembaga antirasuah yang paling kentara ialah karena masuk ke rumpun eksekutif.

“Seharusnya posisi KPK tidak bercampur dengan cabang kekuasaan,” tambah Sahel.

Sementara itu, Annisa Azzahra dari PBHI membeberkan sejumlah pekerjaan rumah (PR) kelembagaan KPK ke depan.

Pertama, sistem kelembagaan yang belum berintegritas. Koordinasi di internal dewas, pimpinan, deputi, pegawai. Belum ada sistem yang rapi.

Kedua, lemahnya political will eksekutif dan legislatif untuk memperkuat regulasi kelembagaan KPK.

Ketiga, koordinasi terkait pengawasan yang masih kurang optimal.

Keempat, kewenangan koordinasi dan supervisi yang terbatas pada lembaga penegak hukum lainnya.

Keenam, kebutuhan penyidik dan penyelidik internal yang belum terpenuhi.

Ichsan Kabullah akademisi dari Ilmu Administrasi Publik Unand menuturkan, kecenderungan negara yang semakin tidak demokratis berjalan linear dengan penurunan pemberantasan korupsi.

Ia bilang, penurunan performa kinerja KPK/pemberantasan, seiring juga dengan kualitas demokrasi yang semakin menurun.

“Namun performa kinerja pemberantasan korupsi lebih tajam penurunannya,” kata Ichsan.

Dia menegaskan, revisi UU KPK Nomor 19 tahun 2019 lalu adalah penyebab utama kinerja KPK menurun.

Ia membandingkan KPK di bawah UU Nomor 30 Tahun 2002 dengan UU Nomor 19 Tahun 2019.

Pada UU 30/2002, KPK bersifat independen, paradigmanya pemberantasan, jenjang hierarki kewenangan pendek, superbody dan status pegawai yang otonom.

Sementara, pada UU 19/2019, KPK menjadi dependen, paradigma pencegahan, jenjang hierarki kewenangan berbelit, overbody, dan status pegawainya ASN.

Dalam diskusi publik tersebut lahirlah tujuh rekomendasi sebagai berikut:

  1. KPK harus dikembalikan sebagai lembaga negara yang bersifat independen dengan cara kembali mengubah UU KPK.
  2. Pemerintah dan DPR perlu menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi dengan memenuhi kebutuhan sumber daya anggaran yang cukup bagi KPK.
  3. KPK perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas dan kuantitas penanganan perkara yang terus merosot.
  4. Proses pemilihan pimpinan KPK harus dilakukan secara terbuka dan transparan, melibatkan partisipasi publik, serta memastikan integritas dan independensi calon pimpinan.
  5. Memperkuat mekanisme pengawasan internal di KPK untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan korupsi di internal lembaga. KPK perlu kembali menyadari pentingnya masyarakat sipil sebagai mitra utama.
  6. Eksistensi KPK menjadi sangat rapuh tanpa adanya dukungan masyarakat sipil yang kuat.
  7. Membangun kemitraan yang kuat dengan organisasi masyarakat sipil yang bergerak dalam pemberantasan korupsi, seperti LSM, lembaga advokasi dan komunitas antikorupsi.

(*)

banner 728x90