Reformasi Jangan Melangkah Mundur

kabarins.com – Era Reformasi yang sudah berjalan selama 20 tahun jangan sampai mundur. Ada banyak kemajuan meski tidak bisa ditutupi faktor kesejahteraan dan ekonomi belum mencapai kemajuan signifikan sementara sistem demokrasi Indonesia selama Era Reformasi mendapat pujian dunia internasional.

Empat tahap Amandemen UUD 1945 yang dilakukan pasca Reformasi dianggap gagal. Akibatnya muncul arus pemikiran di kalangan elit yang menyebut agenda Reformasi gagal. Pemikiran itu dianggap langkah mundur oleh sejumlah pengamat politik maupun pengamat konstitusi.

banner 728x90

Reformasi Jangan Melangkah Mundur

Pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai pemikiran seperti itu tidak baik untuk reformasi. Dia setuju jika ada amendemen untuk perbaikan. Menurut dia ide perbaikan lebih bagus ketimbang ide kembali ke UUD 1945.

Sebelumnya tokoh Reformasi Amien Rais dalam peringatan 20 tahun Reformasi awal pekan ini di Jakarta menyatakan setidaknya akan terjadi sejumlah hal yang merugikan Reformasi jika kembali ke UUD 1945.

Diantara yang disebut Amien adalah DPD tidak diperlukan lagi. Presiden bisa dipilih ulang kembali tanpa batas hingga menghilangkan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY). Kemudian otonomi daerah dihapuskan dan Bab X tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dihilangkan.

“Saya tidak setuju kembali ke UUD 1945 tapi kalau perbaikan menurut saya tidak mesti penghapusan otonomi atau presiden bisa dipilih berulang-ulang,” kata Ray Rangkuti dalam diskusi di Jakarta, Selasa (22/5) malam.

Lebih lanjut Ray menyebut HAM sebagai salah satu poin utama Reformasi. Pembahasan mengenai HAM tertuang lewat Amandemen UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 2000. Di dalamnya mengamandemen Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, HAM, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menyoroti fungsi DPD yang menurut dia tidak punya peran sama sekali. Apalagi DPD tidak punya kewenangan legislasi sehingga dia menganggap kehadiran DPD hanya menghabiskan uang negara.

Reformasi, kata dia, melahirkan DPD yang dulunya dipanggil sebagai utusan daerah atau utusan golongan. Awalnya padahal pemikiran DPD bertujuan untuk mengakomodasi orang-orang pintar dan hebat di daerah agar terpakai di Senayan.

“Bagi saya usulan membubarkan DPD relevan karena selama ini DPD menjadi sarang bagi kader parpol untuk masuk menjadi anggota DPR,” kata Lucius. (arn)

Baca Juga:

Amien Rais: Jangan Sampai Ilusi Reformasi Gagal Membuat Kita kembali ke UUD 1945

SBY: Reformasi Bisa Terjadi Lagi di Masa Depan, Jika…

Fahri Hamzah: Reformasi Harusnya Berada Di Tangan Pemimpin yang Canggih

banner 728x90