PDIP: Hasil Pilkada 2018 Tidak Berpengaruh Untuk Pemilu dan Pilpres

kabarins.com – Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira mengatakan, tidak linear jika mengukur hasil pilkada 2018 yang dilakukan di kab/kota dan provinsi mempengaruhi atau menentukan Pemilu 2019.

Dia menilai faktor primordialisme masih menjadi alasan kuat masyarakat di daerah dalam mendukung kepala daerahnya. Artinya teori ‘coat-tail effect’ yang selama ini menjadi landasan teori pilkada selama ini berpengaruh hingga Pilpres tahun depan

banner 728x90

PDIP: Hasil Pilkada 2018 Tidak Berpengaruh Untuk Pemilu dan Pilpres

Coat-tail effect erat kaitannya dengan ketokohan seorang pemimpin atau kepala daerah. Andreas menyontohkan saat dirinya turun di dapilnya, Nusa Tenggara Timur. Di sana, dia mengkampanyekan calon bupati yang diusung PDIP sekalian meminta masyarakat setempat mendukung Paslon tersebut.

Faktanya dia kaget ternyata masyarakat tidak mengenal ketokohan Paslon tersebut sehingga kalah. Namun ketika diminta untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2019, masyarakat serentak mendukung.

“Jadi figur yang kuat masih menjadi faktor penentu dalam Pilkada, sehingga tidak ada pengaruhnya hasil pilkada dengan pilpres 2019,” ujar Andreas Hugo dalam diskusi Vox Point Indonesia di Sanggar Pratiwi Building, Jakarta, Rabu (4/7).

Kemudian, lanjut Andreas, figur yang kuat saja tidak cukup bila tidak memiliki modal sosial, mulai dari popularitas, kesukaan hingga elektabilitas. Juga tidak boleh dikesampingkan tentang mesin partai yang harus bergerak memenangi calon kepala daerah yang diusung.

Terakhir, faktor penentu Paslon menang di daerahnya adalah modal finansial yang tidak bisa dipungkiri merupakan kunci utama kemenangan Paslon.

“Jadi fenomena di atas itu fakta, sehingga bila ada salah aspek satu saja yang tidak terpenuhi ya susah bisa menang,” ungkapnya.

Anggota Komisi I DPR itu juga menyarankan Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk maju sebagai capres di Pilpres 2019. Sebab, hanya dengan begitu, Gerindra beserta kadernya akan mendapatkan coat-tail effect dari pencalonan Prabowo Subianto yang menurut banyak lembaga survei elektabilitasnya masih yang terkuat mengimbangi Jokowi.

“Ini rasional, kalau teman-teman semangat mendukung Prabowo karena coat-tail effectnya.”

Anggota Komisi III DPR dari F-Gerindra Wihadi Wiyanto menyatakan, pilkada bukanlah sebuah barometer untuk Pilpres 2019 karena komposisi koalisi masih bisa berkembang dan munculnya koalisi poros ketiga. Tetapi barometer yang pasti menurutnya adalah bagaimana di pilkada kemarin mesin partai berjalan sebagai acuan pilpres 2019.

Dia juga memuji peran umat Islam yang masih menjadi faktor penting dalam Pilpres 2019. Alasannya karena 80 persen agama di Indonesia adalah Islam. Sehingga, kata dia, siapapun calon yang bisa menyatukan antara kekuatan Nasionalis dan Nasionalis Religius, maka kemungkinan besar terpilih.

“2019 tidak akan terlepas dari kekuatan umat Islam yang memegang peranan penting dalam Pilpres 2019,” katanya.

Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan menilai, agak sulit menakar peta politik dalam Pilpres 2019 yang menunjukkan capres mana paling kuat. Namun dia menemukan jalan dalam mengidentifikasi daerah mana yang berafiliasi ke Prabowo dan Jokowi.

“Misal di Jatim, kedua kandidat (Khofifah dan Gus Ipul) lebih dekat ke Jokowi, di Jabar Ridwan Kamil juga dianggap dekat dengan Jokowi, sedangkan Prabowo punya calon yang berasosiasi kuat di Sumut, kemudian Kaltim.”

“Dengan demikian pilkada serentak 2018 sebetulnya tidak menimbulkan peta baru antar koalisi partai akibat koalisi yang masih cair,” tuturnya. (arn)

Baca Juga:

Ganjar-Yasin Keok di Tiga Daerah, PDIP Curiga Digembosi

Prabowo Galang Dana Politik, Ini Tanggapan PDIP

Dua Menteri PDIP Tolak Aturan KPU Larang Mantan Napi Korupsi Nyaleg

banner 728x90