Buzzer Politik Wajib Taati Aturan Main Selama Kampanye

kabarins.com – Fenomena buzzer negatif di tahun politik sulit dihindari. Buzzer dinilai efektif untuk menarik simpati pemilih Milenial yang dikenal melek teknologi dan aktif di dunia Maya lewat media sosial hingga media massa. Berdasarkan data kajian bahwa sekitar 40 persen (70 juta) pemilih di Pemilu 2019 merupakan pemilih Milenial.

Buzzer profesional Dimas Akbar menyatakan buzzer sebenarnya merupakan profesi mulia karena bertugas promosi dan menyebarkan berita baik. Dalam perjalanannya, kata Dimas, buzzer mendapat prediket negatif akibat kontestasi politik di Tanah Air.

banner 728x90

Buzzer Politik Wajib Taati Aturan Main Selama Kampanye

Buzzer politik, ujar Dimas, selain digunakan sebagai sarana promosi politik sekaligus menjatuhkan lawan seperti lewat kampanye hitam. Dimas merupakan koordinator buzzer resmi Ruang Sandi yang bekerja untuk cawapres Sandiaga Uno.

Target Dimas adalah menarik simpati kaum Milenial yang tengah galau dengan pendukung Jokowi yang menunjuk cawapres senior Ma’ruf Amin. Saat ini buzzer Ruang Sandi telah mencapai 2500 orang yang tersebar di berbagai kota dan tersebar di platform seperti Twitter, Instagram, Facebook dan YouTube.

“Lewat jaringan grup Whatsapp kami mengajarkan kepada buzzer mengenai literasi digital. Batasan kami jelas misalnya larangan keras posting yang buruk seperti penghinaan, Sara dan hoaks,” ujar Dimas dalam diskusi bertajuk Buzzer Politik di Jakarta, Jumat (12/10).

Juru bicara tim nasional kampanye (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Budiman Sudjatmiko, menolak jika tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf disebut memakai buzzer untuk kampanye demi mempromosikan keberhasilan petahana. Yang ada adalah instruksi khusus kepada elemen pendukung untuk menggunakan media sosial sebagai lahan kampanye damai, nyaman dan menyenangkan.

TKN, kata Budiman, mengutamakan narasi yang membangun serta menyebarkan hal positif ke masyarakat. Dia berharap media massa menyambut narasi produktif tersebut.

“Media harus merespon karena kita ingin isu yang bermanfaat dan membangun dalam perang data dan adu gagasan,” ujar Budiman.

Juru kampanye badan pemenangan nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahean, mengatakan buzzer politik dipandang sebagai sebuah kebutuhan. Namun di dalam prakteknya buzzer politik disalahgunakan sehingga situasi di media sosial dinilai parah.

“Kami punya relawan, kami punya kader, kami punya pendukung, tentu saja kami akan meminta mereka semua untuk mempromosikan Pak Prabowo dan Pak Sandi,” kata Ferdinand.

Salah satu contoh aksi buzzer yang disebut Ferdinand adalah ketika kader Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono, gagal dipilih sebagai cawapres Prabowo Subianto. Ketika itu banyak kader Demokrat yang tersinggung sehingga menggerakkan aksi layaknya buzzer.

“Pada akhirnya kami harus menerima realitas politik yang sempat membuat banyak kader kecewa dan jadi buzzer di media sosial. Buktinya waktu itu ada tweet Andi Arief,” ujarnya.

Peneliti Saiful Mujani Research Center (SMRC) memprediksi perilaku buzzer di Pemilu 2019 berbeda dengan buzzer Pemilu 2014. Perbedaan mencolok, kata dia, adalah pada Pemilu 2014 tidak ada petahana sehingga buzzer yang akan bermain di Pemilu 2019 adalah oposisi yang menyerang petahana.

Ada beberapa isu yang akan digunakan buzzer selama bekerja nanti diantaranya persepsi penegakan hukum, isu keamanan, isu ekonomi dan kesejahteraan. Di dalam dinamika tersebut akan muncul hoaks dan disinformasi untuk menyesatkan pemilih yang disebut sebagai noise.

“Saya rasa isu ekonomi sangat berpengaruh mulai dari inflasi, kenaikan harga, isu dolar dan narasi rakyat kecil akan dimainkan. Itu sah jika dilihat dalam konsep adu data dan adu gagasan,” ujar Saidiman. (arn)

Baca Juga:

Punya Buzzer Dua Ribu Lebih, Ruang Sandi Ingin Sebar Narasi Positif

Buzzer Pendukung Ahok Bilang Ketua MPR RI “Manusia Purba Berambut Panjang”

Anonymous Internasional Ancam Akan Lumpuhkan Tim Buzzer Ahok

banner 728x90