Pasaman Barat, Kabarins.com — Sabtu (23/8/2025) malam, sebuah kafe terlihat ramai di jantung Ibu Kota Pasaman Barat, yakni Simpang Empat. Orang yang ada di sana berasal dari berbagai latar belakang. Mereka hadir untuk berdiskusi dan menyampaikan aspirasi bersama Anggota DPRD Sumbar.
Udara malam terasa jadi hangat, bukan hanya karena kopi dan minuman yang disajikan, tapi karena topik yang dibahas yakni kesejahteraan sosial.
Di antara kursi-kursi yang tertata rapi, terlihat kehadiran tokoh masyarakat, Pj Wali Nagari, pemuda nagari, para niniak mamak, hingga perwakilan perempuan dari berbagai penjuru Pasaman Barat. Yang jelas mereka tidak berkumpul untuk menyaksikan hiburan atau perayaan. Mereka datang untuk mendengarkan langsung sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Kerumunan itu dsambut senyum bersahaja dan bahasa yang santun oleh Donizar. Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memang terkenal dengan sikapnya yang humble.
Dalam diskusi dengan seratusan masyarakat itu, Donizar menyebut, Perda Nomor 8 Tahun 2019 sejatinya bukan produk baru. Tapi seperti banyak aturan lain, ia sering terjebak di ruang-ruang formal dan tak banyak diketahui khalayak. Padahal, substansinya sangat dekat dengan realitas masyarakat sehari-hari. Perda ini mengatur mekanisme penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi kelompok rentan: fakir miskin, anak terlantar, lansia, penyandang disabilitas, hingga korban bencana.
“Perda ini bukan sekadar dokumen legal, tapi merupakan komitmen moral negara dan daerah dalam melindungi warganya yang sedang dalam kesulitan,” ujar Donizar.
Dengan bahasa yang jauh dari kaku, Donizar menjelaskan bahwa perda ini menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah, sekaligus panduan bagi masyarakat untuk memahami hak dan mekanisme bantuan sosial yang tersedia.
Menurutnya, selama ini banyak warga yang seolah berjalan sendiri saat menghadapi masalah sosial. Ketidaktahuan terhadap regulasi membuat mereka tak tahu ke mana harus melapor, atau bahkan tak sadar bahwa mereka berhak mendapatkan bantuan.
Yang membuat sosialisasi malam itu terasa berbeda adalah bukan diskusi tapi dialog dua arah. Di sela pemaparan, muncul berbagai pertanyaan kritis dari peserta.
Seorang pemuda nagari dari Batang Toman, bertanya bagaimana agar program pemberdayaan ekonomi benar-benar menyentuh masyarakat miskin dan termasuk usaha kecil.
Seorang peserta lainnya juga menyoroti belum meratanya bantuan sosial di wilayah terpencil. Ada pula tokoh masyarakat yang mempertanyakan sinergi antara pemerintah nagari dan kabupaten dalam mendata warga miskin secara akurat.
Semua pertanyaan itu dijawab dengan serius. Donizar, termasuk perwakilan dari Dinas Sosial Provinsi Sumbar, Iskandar, tidak memberikan jawaban diplomatis, tapi solusi teknis dan komitmen tindak lanjut.
“Perda ini hanya akan berarti jika dijalankan secara konkret. Karena itu kita butuh peran semua pihak: pemerintah, dunia usaha, dan tentu saja masyarakat sendiri,” kata Iskandar.
Ia menjelaskan bahwa perda tersebut mendorong integrasi layanan sosial agar lebih cepat dan tepat sasaran. Mulai dari bantuan langsung, program rehabilitasi, hingga pemberdayaan ekonomi.
Tak bisa dipungkiri, Pasaman Barat masih menghadapi tantangan besar dalam bidang kesejahteraan sosial. Ketimpangan akses layanan, terbatasnya data akurat, serta keterbatasan anggaran menjadi persoalan klasik.
Donizar sendiri mengaku bahwa suara-suara yang ia dengar malam itu akan menjadi bahan refleksi sekaligus bahan dorongan di gedung dewan. Baginya, regulasi tidak boleh berhenti pada tataran legal. Ia harus menjadi alat untuk mewujudkan keadilan sosial.
“Kesejahteraan bukan hanya angka di atas kertas. Ia tentang wajah-wajah yang kita lihat setiap hari, tetangga kita, keluarga kita, sahabat kita. Jika mereka hidup lebih baik, maka itulah makna dari pembangunan sosial,” ucapnya Donizar.
Menurut Donizar, Sosialisasi Perda tersebut bukan sekadar kewajiban formal sebagai anggota dewan, tapi menjelma jadi ruang pemberdayaan dan telah menjadi harapan.
” Harapan itu tumbuh, bukan di atas podium, tapi di tengah-tengah masyarakat yang mau mendengar dan didengar,” ujar pria yang sering dipanggil Gus Don oleh sejumlah simpatisannya.
” Malam ini kita bukan hanya membahas perda, tapi membicarakan hidup. Dan dari sini, perubahan kecil harus tumbuh. Inilah poltik tanggungjawab saya, Politik tanpa mahar dan politik dari hati,” pungkas Gus Don menutup.(***)







